At-Thabari, Jirjis, Saint George dan Ketauhidannya

Bilamana membuka kembali karya At Thabari rahimahullah, seperti pada volume IV, jilid yang beliau dedikasikan untuk memaparkan sejarah kerajaan-kerajaan era klasik, sampailah pada bab terakhir, yakni mengenai kisah Jirjis.
Kisahnya penuh dengan keanehan, keganjilan, dan hal-hal yang melampaui kewajaran. Bukan karena Iman At Thabari tidak mengetahui kebatilan sebuah riwayat, tidak pula beliau tukang dongeng yang bodoh terhadap agama, melainkan, begitulah memang metode beliau; memaparkan seluruh riwayat lalu "menyerahkannya" kepada pembaca terkait keabsahan suatu kisah, baik melalui disiplin ilmu hadis, common sense, atau lainnya.
Jirjis, tokoh yang hidup di kisaran abad 3 atau 4 M, disebutkan sebagai seorang "wali" yang karomahnya seakan melampaui para Nabi. Di dalam kisah tersebut memang mengandung nilai tauhid jika menyelami narasi At Thabari, namun keanehan "karomah-karomah" Jirjis lebih dominan.
Jirjis dalam ekuivalen transliterasi barat adalah "George" - seorang tentara Romawi berasal dari Yunani. Ia adalah anggota legiun elit "cohortes praetoriae" atau Praetorian di rezim kaisar Romawi bernama Diocletian yang pagan dan persekutor Nasrani yang masyhur. Lebih jauh lagi, ia kerap dihubungkan dengan Khidr, sebagian mengaitkan dengan Elijah. Ia juga dikenal sebagai pembunuh naga dan bagi Nasrani (entah denominasi mana), ia adalah seorang santo. Dalam versi At Thabari, ia sempat berguru kepada seorang murid/sahabat Nabi Isa (hawariyun?) yang terakhir hidup.
Bagi Inggris, atas prakarsa Raja Edward III di abad 14 M, George menjadi patron bagi Kerajaan Inggris yang berlanjut hingga sekarang. "Saint George Cross" merupakan di antara emblem identitas United Kingdom, juga emblem tim sepakbola nasional Inggris pada hari ini, dan setiap tanggal 23 April, masyarakat Inggris merayakan hari Saint George.
Kalau kita telusuri melalui pencarian instan, Britannica atau Wikipedia misalnya, kisah Jirjis ini terdapat dalam berbagai sumber klasik berbahasa Yunani, Syriac, Persia, Arab, dan juga Latin. Besar kemungkinan di antara sumber-sumber inilah yang sampai ke "meja kerja" Imam At Thabari rahimahullah.
Keakuratan Imam At Thabari mengenai timeline kerajaan-kerajaan terdahulu terbilang akurat (minimal dalam konteks bab mengenai Romawi). Dalam Volume IV itu, beliau merunut deretan kaisar-kaisar Romawi sejak Titus hingga Heraklious. Ketika membandingkan timeline beliau dengan Britannica misalnya, ditemukan hanya ada segelintir ketidakcocokkan, namun keselarasan dengan informasi sejarah pada hari ini lebih dominan. Contoh ketidakselarasannya adalah masa rezim Decius. Dalam versi At Thabari, Decius memerintah selama 6 tahun, namun dalam sumber barat modern, Decius memerintah 3 tahun saja, atau detail semisal itu. Selebihnya, keakuratan data At Thabari dapat diverifikasi bahkan hingga hari ini!
Kembali ke Jirjis, disebutkan dalam Tarikh ar Rusul wal Muluk bahwa Jirjis pernah dibelah kepalanya hingga menjadi dua, sebuah metode penyiksaan yang lumrah di zaman dahulu. Jirjis juga pernah ditebar abunya di lautan. Namun meski mengalami siksaan berulang, ia dapat hidup kembali. Bahkan, ia dikatakan berbicara dengan Malaikat serta dapat menghidupkan binatang ternak yang mati. Jika Jirjis adalah seorang Nabi, tentu kita imani, namun Jirjis hidup di antara Nabi Isa dan Rasulullah, sebuah masa jeda dimana peradaban sedang mengalami fase transisi melalui perang, bidah, wabah, bencana alam, dan kesyirikan yang kembali ramai, masa dimana tidak ada Nabi di antara kedua Nabi tersebut.
Jirjis dalam Tarikh At Thabari merupakan seorang ksatria bertauhid yang menantang seorang raja musyrik di Mosul. Sifat ksatria inilah elemen yang diadopsi oleh Raja Edward, namun keyakinan monoteisme Jirjis tidak ditonjolkan oleh narasi barat, termasuk dalam folklore Inggris. Saya rasa, bagi ukuran Inggris, sebenarnya Jirjis ini "radikal" dan "ekstrimis", which is cukup paradoks bagi cara pandang Inggris yang agnostik hari ini.
Sikap Imam At Thabari tampaknya Jirjis ini beliau yakini sebagai seorang muslim yang shalih, sebab dalam kalimat terakhir penutup bab tersebut, beliau mendoakan ampunan bagi 34.000 orang yang dibantai oleh raja Mosul karena mereka meyakini Allah sebagai sesembahan yang hak setelah mereka menerima dakwah Jirjis.
Dalam karya At Thabari tersebut banyak khasanah sejarah melimpah yang sebagian besarnya untuk standar hari ini masih reliable jika dipadankan dengan literasi sejarah modern. Istimewanya, banyak pula kisah yang hanya terdapat di dalam karya beliau itu, yang tidak ditemukan di selainnya. Mungkin karena sumber primer telah luput oleh sejarawan barat atau memang beliau menerima kisah yang tidak pernah diterima oleh para penulis Suryani, Yahudi, Nasrani, Majusi, atau Romawi.
Dzulqarnain misalnya...
Ahmad Syakir memang mengkritik beliau terkait sisipan israiliyat (judaica) ke dalam tafsirnya. Namun selebihnya, Imam At Thabari sangat ketat menapaki metode tafsir bil ma'tsur, dan menentang keras "tafsir logika". Beliau juga kerap menentukan ijma (misal mengatakan kisah Ashabul Kahf terjadi setelah masa Nabi Isa berdasarkan ijma, bandingkan dengan Imam Ibn Kathir misalnya). Beliau juga seorang ahli hadis dan pakar nahwu, perhatian dalam fiqih, dan seorang historian yang hingga hari ini belum ada tandingannya di barat maupun timur (opini pribadi).
Semoga Allah Merahmati Imam At Thabari, mengampuninya, memasukannya ke dalam Jannah Nya nanti, dan menjadikan karya-karyanya di sebagai di antara salah satu sebab akan tercurahnya Rahmat Allah di Akhirat kelak.
Adapun Jirjis, kita letakkan tokoh ini sebagaimana adanya, tidak kita "yakini" namun tidak juga kita "ingkari" mutlak. Jirjis bisa jadi orang shalih atau bahkan wali di suatu era yang tidak sampai informasi shahih kepada kita. Banyaknya versi mengenai Jirjis dalam literasi klasik di berbagai sumber yang berbeda dan tersebar di sejumlah benua dan bahasa menandakan bahwa secara historis, Jirjis benar-benar tokoh nyata.
Untuk Jirjis ini, saya condong pada isyarat Imam Thabari bahwa ia adalah seorang muslim dari kalangan pengikut sunnah Nabi Isa generasi awal, namun keabsahan detil mengitari kisah tokoh ini perlu dikaji, kritisi, dan seleksi ulang dengan ketat.Tentu ini pekerjaan tidak ringan, dan begitulah adanya jika tidak didapati dalil dari Al Quran dan Assunnah, berpotensi memberatkan diri, kecuali dilakukan oleh para ahli, sekaliber Imam Thabari.
Tentu kita tidak mengatakan goresan pena ahli tarikh itu sia-sia, atau sengaja menggelincirkan manusia. Iman At Thabari, Ibnu Katsir, Al Baladhuri, Al Masudi, Al Waqidi, mereka semua memiliki jasa bagi Islam, sekaligus para sejarawan garda terdepan yang karyanya tidak akan pernah usang, baik di timur dan di barat. Rahimakumullah.
Maka, apakah ada seorang legiun Romawi berdarah Yunani anggota garda Praetorian kaisar dari pengikut Nabi Isa yang bertauhid? Menurut fragmen At Thabari tersebut, ya, kemungkinan itu diterima dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Penulis: Wisnu Tanggap Prabowo