Kematian Seleksi Umat Terbaik

Didalam sebuah kalimat pendek Abu Faraj Ibnul Jauzi terkait dengan penjelasan yang berkaitan dengan hal-hal kematian. Beliau mengatakan bahwa struktur yang paling lengkap didalam kehidupan manusia itu adalah akal. kita mengetahui akal selalu mencari dua hubungan sebab dan akibat. Sebab dan akibat ini akan selalu mewarnai setiap aktivitas analisa dan penghayatan suatu peristiwa. Kalau orang berusaha dan rajin maka ia menuai hasilnya dengan baik, itu hukumnya sebab akibat. Ada juga orang yang memiliki keterbatasan dari sisi usaha sehingga hasilnya tidak terlalu memuaskan. Begitu seterusnya hukum akal itu berlaku bagi aktivitas manusia. Sehingga ketika kita membaca didalam al-Qur'an, pembacaan sebuah peristiwa yng berkaitan dengan aktivitas akal atau aktivitas rasional itu digunakan dengan kalimat "iqro", iqro bismirabbikalazi khalaq, bacalah dengan nama Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu, sesuatu yang memang dibaca berdasarkan aktivitas rasional dengan sesuatu yang bisa dilihat.

Didalam hukum sebab-akibat ternyata tidak berlaku bagi hal-hal yang bersifat Ghoib, termasuk kematian. Contohnya ada orang yang semalam sehat tapi tiba-tiba besoknya sudah meninggal. Ada orang bertahun-tahun koma dirumah sakit, tapi tidak juga mendapatkan "panggilan" dari Allah SWT. Jadi hal itu tidak berlaku hukum sebab akibat, maka didalam al-Qur'an kematian itu misteri bagi akal, tapi jawaban pasti bagi pendekatan spiritual kita. karena memang didalam agama yang dianjurkan adalah sebenarnya isti'dadul maut, kesiapan menghadapi kematian, bukan kapan matinya.

Rumus agama berbeda ketika berbicara tentang rezeki, berbicara tentang harta, berbicara tentang ikhtiar duniawi semua diarahkan untuk bagaimana agar potensi akal ini dimaksimalkan, potensi logika kita yang memang didesain oleh Allah SWT dengan mengetahui sebab-akibat, kalau kita melaksanakan sesuatu maka kita akan menuai hasilnya dan seterusnya, artinya bisa dibaca pencapaian dan target yang bisa kita dapatkan.

Tapi kematian itu bukan termasuk hukum sebab-akibat, bukan hukum kausalitas sehingga menjadi misteri. Maka didalam agama isti'dadul maut itu hukumnya wajib. bagaiaman agama mengajarkan kita tentang kewajiban untuk mempersiapkan kematian? diantaranya adalah ber-takziyah. Orang-orang yang bertakziyah datang dalam keadaan sehat malam hari ini sebenarnya sedang mempersiapkan sifat lahiriyah dan batiniyah untuk mati. karena persoalan mati ini tidak mengenal hukum sebab akibat.

itu yang pertama, yang kedua, ketika kita membaca sejarah tentang Nabi Adam, Ia dilempar keluar dari kehidupan surgawi kemudian diberi kesempatan menikmati kehidupan duniawi, lalu kemudian iblis juga dihukum demikian. Iblis kemudian mengatakan: "kalau saya diberi kesempatan hidup sampai hari kiamat, maka saya akan menggunakan kesempatan itu untuk menjerat anak cucu adam, kecuali dari yang sedikit". jadi kalimat sedikit ini juga menjadi warna bagi sikap keagamaan kita bahwa kebenaran itu tidak selalu identik dengan banyak. bahkan didalam al-Qur'an misalnya Allah SWT menyebutkan cara-cara setan itu, siasat mereka, tipu daya mereka dari depan ada, dari belakang ada, dari kanan dan kiri ada, dan kalian tidak akan mendapatkan mayoritas manusia itu termasuk orang-orang yang bersyukur. Kematian itu mengingatkan kita untuk berhenti menerapkan sebab-akibat pada hal-hal yang ghoib. Kapan kita mati itu ghoib, tidak berlaku hukum sebab-akibat, hari ini saya sehat besok saya mati bisa jadi.

sehingga sebenarnya semua ativitas kita didalam kehidupan keseharian ini adalah sebuah kewajiban kita untuk mempersiapkannya sebagai aktivitas untuk menuju kepada kematian. Oleh karena itu karena sifat kebenaran tidak mengacu kepada mayoritas, maka didalam al-Qur'an Allah SWT mengatakan hanya sedikit orang yang bisa bersyukur. Maka didalam setiap musibah sekalipun ada kewajiban kita untuk terus menghadirkan rasa syukur. Syukur itu tidak terbatas pada halangan, kematian itu adalah halangan syar'i yang kemudian menimbukan akibat hukum.

Dalam kajian Fiqih, kematian itu merupakan sebab bagi munculnya hukum waris-mewarisi. Tapi dalam kajian Aqidah, kematian bukan alasan atau halangan bagi seeorang untuk berhenti bersyukur. jadi didalam al-Qur'an Allah SWT mengatakan tidak banyak yang bisa bersyukur bahkan dalam keadaan mendapatkan musibah sekalipun tidak ada istilah udzur syar'i untuk berhenti bersyukur. kalau dalam kajian Fiqih, kematian merupakan sebab munculnya peralihan harta terutama harta warisan.

Ini juga barangkali yang kita pesankan kepada ahli waris, bahwa persoalan waris-mewarisi sudah merupakan suatu Qaidah dalam agama yang ada aturannya, sehingga untuk menjaga istiqomah kita kepada agama ini maka mari berlapang dada terhadap hukum waris tersebut.

Satu ketika saya membaca sebuah artikel tentang seorang karyawan yang bekerja dalam perusahaan BUMN, dalam cerita yang bersangkutan, ia negatif kolesterol, tidak punya penyakit yang bersifat membahayakan dan seterusnya. Dia telah cek dan karena perusahaannya sangat peduli dengan kesehatan karyawan, sehingga medical check-up itu dilakukan secara periodik. Tapi walhasil ternyata ada suatu waktu dia berolahraga pada batas tertentu ternyata terkena serangan jantung. Sebab kematian itu tidak berkaitan dengan hukum yang berkaitan dengan fisik kita, tapi itu terkait dengan rahasia Allah SWT kapan dan dimana, yang menjadi kewajiban kita adalah bagaimana agar kita mempersiapkan diri.

Didalam surat Saba' ayat 20-21: "sungguh iblis itu telah memperlihatkan kebenaran persangkaannya, maka banyak orang mengikuti persangkaan itu kecuali sedikit dari orang-orang yang beriman" Ibnu Abbas r.a. ketika menjelaskan ayat tersebut beliau menceritakan bahwa iblis itu punya kemampuan merusak persangkaan baik seorang hamba kepada Allah sWT. Dan itu diantaranya adalah dengan cara merusak keyakinan seorang hambah kepada Allah SWT melalui jalan merusak persangkaannya ketika terjadi musibah.
Terkadang dalam setiap musibah kita lebih banyak mencari apa sebabnya kemudian dari mana asalnya dan siapa yang memulai atau siapa yang berperan dalam musibah itu dan seterusnya. Sehingga kemudian Allah SWT mengatakan kalau itu terjadi maka apa persangkaanmu terhadap Allah SWT. Kenapa? karena setiap kali kita berusaha mencari apa akar masalahnya dengan mengaitkan musibah dengan hukum sebab-akibat maka yang terjadi adalah kita akan berburuk sangka dengan takdir Allah SWT. Maka berburuk sangka inilah yang pertama kali menghancurkan keyakinan seseorang terutama keimanannya. Allah SWT berfirman dalam sebuah ayat, benih-benih kekerasan hati seseorang beriman itu sebenarnya tidak dimulai dari kemasiatan tapi dimulai dari faktoritas manusia mengklaim bahwa ini adalah jawabannya "Sesungguhnya manusia itu melampaui batas, karena dia merasa cukup dengan jawaban yang dia miliki" dia tidak merasa perlu berdialog dengan al-Qur'an, tidak merasa perlu berdialog dengan Hadits-hadits Rasulullah SAW, sehingga kemudian ketika terjadi masalah maka jawabannyalah yang benar. Bagaimana jawaban manusia yang benar itu? jawaban sebab-akibat, atau bapak saya sakit karena ini, atau karena ujung-ujungnya adalah mengkhianati dan berburuk sangka terhadap takdir Allah SWT.

Maka didalam Saba' ayat 20, Allah mengatakan: "iblis itu menghamparkan berbagai macam teori sebab-akibat" padahal jika kita ingin berdialog dengan al-Qur'an tentang kematian, disebutkan bahwa kematian itu memiliki fungsi penyaring, ibarat orang ingin lulus sekolah pasti ada ujian akhir yang menentukan apakah kita akan mengulang pada kelas yang sama atau naik kelas. Sehingga pada ayat ke 21 allah mengatakan: "orang yang tidak yakin kepada semua teori iblis itu, tidak akan mempercayai karena Allah SWT menjaga mereka" jadi semua kematian, misteri, rezeki seperti ada orang berjualan ditempat yang sama, barang yang sama, tapi yang satu rezekinya pas-pasan dan yang satu berlebihan itu semua bagian dari rahasia Allah SWT yang menentukan apakah kita mampu membuktikan apakah kita termasuk orang-orang yang beriman. Allah SWT menguji kita dengan kematian bisa jadi agar kita berhenti sejenak dan bermuhasabah bahwa ternyata kita memang selama ini terlena dengan hukum sebab-akibat. Saya rajin saya pandai maka pasti saya lulus.

Saya sendiri banyak mengalami pengalaman-pengalaman dimana kemampuan manusia itu sangat terbatas. Semua musibah yang menimpak kita adalah bentuk terbaik dari pemeliharaan Allah SWT terhadap kita. Tinggal kemudian apakah peristiwa kematian dan musibah ini dimanfaatkan untuk memupuk keyakinan atau justru kemudian kita tenggelam didalam lembah keraguan, karena Allah SWT mengatakan siapa yang beriman kepada akhirat dan siapa yang tenggelam didalam keraguan.

Dalam pengetahuan keagamaan itu dipisahkan dalam beberapa tingkatan, yang pertama adalah yang yakin, kedua adalah persangkaan/praduga, dan yang ketiga adalah yang paling berbahaya karena berada pada level keraguan. Ragu disini adalah pernyataan sikap yang kemudian lahir dalam diri kita yang tidak lahir dari ilmu atau tidak berdasarkan pada pengetahuan. Sehingga yang terjadi adalah kegelisahan. Pada surat Ar-Ruum ayat 60, Allah mengatakan: "jangan sampai engkau Muhammad digelisahkan oleh orang-orang yang tidak yakin". Kalimat "yakin" sangat berkaitan dengan keterbebasan kita dari kegelisahan. Kalau orang berbicara tentang ukuran atau indikator yakin sebenarnya sederhana, kalau surat Ar-Ruum ayat 60 mengatakan orang yang yakin itu adalah orang yang tidak gelisah ketika dia melaksanakan amaliah ibadah vertikal maupun ibadah umum.

Mari tetap membuka pintu syukur, karena kematian adalah cara Allah SWT untuk merawat keimanan kita. Allah SWT menciptakan kehidupan dan kematian itu sebagai salah satu cara untuk membuktikan siapa diantara kita yang paling baik atau yang terbaik amalnya.

Penceramah: Isman Saleh, S.H

Editor: Syahrani

Disampaikan pada acara takziyah Almarhum Bapak Sudarmadji.