Dokter Ahli Penyakit Menular: "Di Eropa dan Amerika Jarang Terlihat Warga Pakai Masker, Itu Aneh Sekali"


Negara yang paling berhasil mengkarantina Covid-19 adalah Korea Selatan, dengan dua jenis gelombang dengan penanganan yang sangat maksimal. Padahal menurut pengamat, Korea Selatan sama sekali tidak melakukan Lockdown.

Korea Selatan memiliki standar tersendiri dalam penanganan Covid-19, diantaranya menjaga jarak atau social distancing, melacak secara elektonik kemana saja korban melakukan kontak, melakukan uji tes secara masal, dan persiapan yang jauh lebih baik daripada negara-negara dengan mempersiapkan alat ventilator dan alat pelindung diri serta masker diproduksi secara masal.

Beberapa strategi tersebut sebenarnya sudah diterapkan dibeberapa negara Asia Tenggara tapi dengan kesiapan dan kecepatan yang kurang baik.

Gelombang pertama yang masuk kenegara Korea Selatan bertepatan dengan hari dimana negara Amerika juga terinfeksi. Namun di gelombang kedua pada tanggal 16 Maret 2020 yang membuat level infeksi melompat tinggi.


Menurut Profesor Ju Kim Woo, Dokter spesialis penyakit menular yang telah 30 tahun menangani berbagai macam penyakit menular, kasus cluster kedua tersebut menjadi sangat unik karena kita menurutnya transmisi melalui udara lebih berperan banyak dalam penyebarannya di cluster tersebut "Ada sekitar ribuan kelompok agama Shincheonji yang terinfeksi di Korea. Gereja mereka terletak dilantai 10 dan berada diruangan tertutup. Bayangkan ratusan jamaahnya berkumpul dalam jarak 1 hingga 2 meter. Beribadah dan bernyanyi dalam beberapa jam. Jika ada satu orang terinfeksi, coba bayangkan berapa banyak droplet (liur dalam ukuran kecil yang mengandung virus)." terangnya.

"Jika seseorang bernyanyi keras, gravitasi tidak bisa menarik semua air liur, yang artinya droplet itu tidak akan jatuh dalam jarak 1 hingga 2 meter. Karena udara bisa saja bergerak kesamping, ya nggak. Jadi ketika kamu bernyanyi keras droplet itu bisa menjangkau lebih jauh dari 1 atau 2 meter dan mengering. Ukuran droplet akan mengecil kurang dari 5 mikron, dan berubah menjadi Aerosol. Karena aerosol sangat ringan, jadi tidak banyak berpengaruh dengan gravitasi. Itulah alasan kenapa orang sehat yang berdiri beberapa meter tetap bisa terinfeksi Covid-19, karena transmisi udara" tambahnya.

Karena hal tersebut juga kenapa beberapa negara melarang warganya berkumpul dalam jumlah banyak, untuk menghindari terpapar Covid-19 "itulah kenapa tempat berkumpul yang tertutup seperti gereja, tempat kerja, atau tempat-tempat yang ramai dimana masyarakat berdialog, menyanyi, dan makan bersama menjadi yang paling beresiko besar" ungkapnya lagi.

"Tapi dilingkungan luar ruangan seperti tempat parkir atau jalur hiking, karena tempat tidak tertutup, transmisi udara, menjadi sangat kecil resikonya." imbuhnya.

Dokter Ju juga menjelaskan pentingnya memakai masker bagi siapa saja dan dimana saja "menurut para peneliti, memakai masker medis yang baik mampu menurunkan resiko terinfeksi dengan signifikan dibandingkan dengan orang yang tidak memakai masker. Di Barat seperti Eropa dan Amerika, kamu mungkin jarang melihat masyarakatnya memakai masker. Itu aneh sekali bagi saya" Jelasnya lagi.

"Para perawat di Amerika biasanya mengatakan masyarakat awam tidak butuh memakai masker, dan WHO juga tidak merekomendasikan memakai masker, tapi saya harus tidak setuju. Saya juga sudah membaca Twitternya dan kita harus memahami konteksnya. Saya rasa tujuan utamanya adalah menghindari masyarakat melakukan penimbunan masker karena para medis profesional lebih membutuhkannya." (SS).

Sumber: https://youtu.be/gAk7aX5hksU